LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP MEDIS
A. ANATOMI FISIOLOGI OTAK.
1. otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron.
Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Baughman N Hckley,2000)
Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Baughman N Hckley,2000)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.( Tarwoto, Watonah, 2007)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
B. DEFINISI
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030). Tumor otak juga merupakan suatu pertumbuhan sel lesi ekpansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intrakcranial) atau disumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatan duramater yang lebar (broad base) berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari membran araknoid. Pada kompartemen supratentorium tumbuh sekitar 90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang disertai reaksi tulang berupa hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%), Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%), Tuberculum sellae (10%), Konveksitas serebellum (5%), dan Cerebello-Pontine angle. Karena tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi juga berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur otak di sekitar tumor atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di regio frontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii sekitar sella turcika (tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi medial sphenoid ridge) tumor akan segera mendesak saraf optik dan menyebabkan gangguan visus yang progresif.
Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumoo otak primer dan berasal dari organ-organ lain seperti kanker paru, payudara, prostase,ginjal dan lain-lain disebut tumor otak sekunder (mayer,sa,2002). Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan massa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan destruksi dari jaringan otak.
Jumlah penderita kanker otak masih rendah, yakni hanya enam per 100.000 dari pasien tumor/kanker per tahun, namun tetap saja penyakit tersebut masih menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya tumor yang menyerang adalah jenis tumor jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya yang ditimbulkan umumnya lebih besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain. Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial). Hal ini ditandai dengan nyeri kepala, nausea, muntah dan papil edema. Penyebab dari tumor belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang menunjukan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliptu faktor herediter, kongenital, virus, toksin, dan defisiensi immunologi. Ada juga yang mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma cerebral dan penyakit peradangan.
Untuk Penatalaksanaan tumor otak, yang perlu diperhatikan adalah usia, general health, ukuran tumor, lokasi tumor dan jenis tumor. Metode yang dapat digunakan antara lain: pembedahan, radiotherapy, dan chemotherapy. Seorang Perawat berperan untuk membuat asuhan keperawatan yang tepat bagi klien dengan tumor otak serta mengimplementasikannya secara langsung mulai dari pengkajian, diagnosa, hingga intervensi yang harus diberikan.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO), setiap 11 menit ada satu penduduk dunia meninggal karena kanker / tumor otak dan setiap 3 menit ada satu penderita tumor baru. Data Depkes menyebutkan, sekitar 6% atau 13,2 juta jiwa penduduk indonesia menderita tumor otak dan merupakan penyebab kematian ke-5 di Indonesia. Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak.
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu: Herediter atau factor genetic, Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest), radiasi, virus, dan substansi-substansi karsinogenik. tanda-tanda umum tumor otak meliputi : Nyeri kepala berat pada pagi hari, main bertambah bila batuk, membungkuk, kejang, tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial, pandangan kabur, mual, muntah, penurunan fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, afasia, Perubahan kepribadian, Gangguan memori, Gangguan alam perasaa, Pengobatan.
C. ETIOLOGI
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal usul meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma .
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor. Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan (PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala, sejarah payudara kanker, atau neurofibromatosis tipe 2 dapat risiko faktor untuk mengembangkan meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma memiliki reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen, dan jarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada meningioma yang jinak, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan.2,3
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:
1. Herediter atau factor genetik
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone,nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
D. Klasifikasi
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya.
1. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi yang berkelanjutan.
2. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.
3. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignan atau meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan lokasi dari tumor :
a. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah selaputyang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital meningioma terdapat di sekitar falx.
b. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak.
c. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata. Banyak terjadi pada wanita.
d. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan otak dengan hidung.
e. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian belakang otak.
f. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari.
g. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
h. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang paa atau di sekitar mata cavum orbita.
i. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh bagian otak.
E. PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh beberapa faktor :
1) gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist fokal.
2) Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
a. bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus. Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
b. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel tersebut mempunyai deoxiribonukleat Acid (DNA) abnormal. DNA yang abnormal tidak dapat mengontrol pembelahan sel sehingga terjadi pertumbuhan sel yang berlebihan. Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya mengakibatkan terjadi gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial). Penyebab tumor otak didapat dari faktor genetik, radiasi, virus, dan sarkoma sistemik.
Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mendesak ruangan yang relatif tetap dari ruang tengkorak yang kaku dan perubahan sirkulasi CSS, karena penekanan pada otak sehingga menyebabkan penekanan maskularisasi arteri dan vena timbul hipoksia, ischemia, hipoksemia, nekrosis, dan pecahnya pembuluh vena serta arteri. Di otak timbullah peningkatan tekanan intra kranial otak dapat menyebabkan:
1) Pergeseran kandungan ointra kranial mengstimulasi hipotalamus untuk merangsang nosiseptor, timbullah respon rasa nyeri
2) Pergeseran sistem batang otak menstimulasi medulla oblongata menyebabkan mual dan muntah.
3) Penekanan kiasma optikum sehingga menimbulkan papil oedema.
4) Herniasi unkus sehingga girus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior menekan mesenchaphalon, hilang kesadaran dari pasien.
Pasien mengalami hemiparesis jika terjadi destruksi syaraf motorik perifer, sel-sel kornu anterior sehingga terjadi paralisis LMN dan UMN, otot flaksid dan reflek tendon menurun yang menyebakan perubahan persepsi sensori. Selain itu kerusakan nervous VII menyebabkan kerusakan pada hemisphere kiri kemudian akan timbul kelemahan pada otot wajah lalu pasien akan mengalami aphasia sehingga mengalami kerusakan komunikasi verbal. Persepsi sensori pengecapan akan mengalami kemunduran sehingga pasien mengalami kesulitan dalam menelan.
Dilatasi sel indolimf pada koklea mengakibatkan atrofi nervous VIII sehingga pasien mengalami vertigo dan perubahan persepsi sensori. Lesi traktus spinotalamikus lateralis kemudian berlanjutkan ke medulla spinalis, sistem kolumna dorsalis, medulla oblongata lalu menuju lemniskus medialis, thalamus, korteks parietalis sehingga menyebabkan stereognosis yang menimbulkan perubahan proses berpikir dan grafestesia yang dapat menimbulkan resiko cidera.
F. MANIFESTASI KLINIS.
1. Nyeri Kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.
2. Perubahan Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.
3. Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.
4. Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.
5. Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intracranial.
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intracranial.
6. Vertigo
Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh.
Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh.
7. Kejang.
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
a. Bagkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
b. Mengalami post iktal paralisis
c. Mengalami status epilepsy
d. Resisten terhadap obat-obat epilepsy
e. Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain.
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasen dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada glioblastoma.
8. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial.
Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan enurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal.
Gejala umumnya seperti
1) Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi hari.
2) Perubahan mental
3) Kejang
4) Mual muntah
5) Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.
6) Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :
7) Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
8) Meningioma Convexitas: kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan status mental
9) Meningioma Sphenoid: kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
10) Meningioma Olfactorius: kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
11) Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan,
12) Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
13) Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
14) Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
15) Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing
G. KOMPLIKASI
1. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik)
2. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
3. Herniasi Otak
4. Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
5. Epilepsi
6. Metastase ketempat lain.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
Umumnya pada banyak pasien, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiografi. Foto polos kepala dapat memberikan gambaran kalsifikasi karena ada meningioma pada dasar tulang kepala dengan bentuk yang konveks. Meningioma dapat mengakibatkan reaktif hyperostosis yang tidak berhubungan dengan ukuran tumor. Osteolisis jarang mengakibatkan meningioma yang jinak dan malignan.
2. Pemeriksaan foto polos kepala
sebagai penunjang penyakit meningioma masih memiliki derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat plak yang hyperostosis, dan bentuk sphenoid , dan pterion. Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan hasil false-negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak dapat ditegakkan secara langsung dengan menggunakan CT atau MRI.
3. Foto polos Otak
4. Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Foto polos diindikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.
5. Computed Tomography (CT scan)
CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak meningioma. Tampak gambaran isodense hingga hiperdense pada foto sebelum kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras. Tumor juga memberikan gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada beberapa kasus. Udem peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat terlihat.
CT-scan memiliki kelebihan untuk menggambarkan meningioma. Invasi sepanjang dura serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteoblas, yang menyebabkan hiperostosis. Gambaran CT-scan paling baik untuk menunjukkan kalsifikasi dari meningioma; dapat dilihat pada gambar-gambar berikut. The CT nature of the calcification may be nodular, fine and punctate, or dense. Penelitian histologi membuktikan bahwa proses kalsifikasi > 45% adalah meningioma.
Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma fossa media. Massa kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan. Terlihat kalsifikasi berbentuk cincin dan punctata. Tidak terlihat adanya edema.
6. Dua kasus berbeda. A, B. CT-scan menunjukkan kalsifikasi meningioma dari lobus parietal. C, D. CT-scan nonkontras potongan axial menunjukkan massa kalsifikasi yang homogeny melekat pata tulang parietal kanan. Jaringan lunak tumor banyak terlihat pada bagian posterior. Penyebab kalsifikasi minor lain pada hemispere serebri kiri disebabkan oleh penyakit parasit. Gambaran MRI potongan coronal T2 menunjukkan deposit kalsium (seperti bintang) yang dikelilingi jaringan solid. Pada kasus ini tidak terlihat edema.
7. CT-scan efektif menunjukkan hyperostosis, destruksi tulang, erosi pada perlekatan dura. Hiperostosis sering terlihat 15-20% pada pasien. Lihat gambar berikut.
8. Meningioma otak. Gambaran CT-Scan tanpa zat kontras menunjukkan sebuah meningioma maligna di lobus frontal yang muncul seperti massa dengan densitas tinggi. Kavitas kistik bisa berupa nekrosis tumor, perdarahan yang lama, degenaratif kistik atau CSF yang terjebak. Edema dan pergeseran Midline ke bagian kiri anterior juga dapat terlihat.
I. PENATALAKSANAAN
1. Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum banyak dikemukakan.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi 12.
2. Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi.
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien.
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi.
3. Rencana preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.
Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial12 :
1) Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
2) Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
3) Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau tulang yang hiperostotik)
4) Grade IV : Reseksi parsial tumor
5) Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan istirahat
Gejala :
Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses penyakit. kelemahan dan/atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misal nyeri, ansietas, berkeringat malam.
2. Sirkulasi
Tanda :
Takikardia (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K). Tekanan darah hipotensi, termasuk postural. Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering, bibir pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).
3. Integritas ego
a. Gejala :
Ansietas, ketakutan misalnya : perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Faktor stress akut/kronis misalnya: hubungan dengan keluarga dan pekerjan, pengobatan yang mahal.
b. Tanda :
Menolak, perhatian menyempit, depresi.
4. Neurosensori
a. Gejala :
gangguan pendengaran dan penghidu, adanya pusing, sinkope
5. Pernapasan:
a. Gejala:
Pada pemeriksaan penunjang dapat terlihat adanya sumbatan seperti massa.
6. Makanan dan cairan
a. Gejala :
Penurunan lemak, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa bibir pucat; luka, inflamasi rongga mulut.
b. Tanda :
Penurunan berat badan, tidak toleran terhadap diit/sensitive; buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak.
7. Hygiene
a. Tanda :
Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukan kekurangan vitamin. Bau badan.
8. Nyeri dan kenyamanan
a. Gejala ;
Nyeri/nyeri tekan pada perawatan ganti verban (mungkin hilang dengan defekasi), titik nyeri berpindah, nyeri tekan (atritis). nyeri terjadi pada bagian nasofaring, terasa panas.
b. Tanda :
Nyeri tekan pada bagian kepala akibat pertumbuhan sel ganas
9. Keamanan
a. Gejala ;
Peningkatan suhu 39-40°Celcius (eksaserbasi akut). Penglihatan kabur, alergi terhadap makanan/produk susu (mengeluarkan histamine kedalam usus dan mempunyai efek inflamasi).
b. Tanda :
Lesi kulit mungkin ada misalnya : eritema nodusum (meningkat, nyeri tekan, kemerahan dan membengkak) pada tangan, muka; pioderma ganggrenosa (lesi tekan purulen/lepuh dengan batas keunguan) pada paha, kaki dan mata kaki.
10. Seksualitas
a. Gejala :
Frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual.
11. Interaksi social
Gejala : Masalah hubungan/peran sehubungan dengan kondisi. Ketidak mampuan aktif dalam sosial.
12. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : Pada bagian kepala terdapat benjolan, terlihat pada benjolan warna kulit mengkilat.
b. Palpasi : Pasien saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa nyeri apabila ditekan.
Pemeriksaan tumor:
1) Pemeriksaan Radiologi.
2) Pemeriksaan foto polos kepala.
3) Foto polos Otak.
4) Hiperostosis.
5) Computed Tomography (CT scan).
.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan Meningioma:
a. Nyeri kronis berhubungan dengan bekas luka post operasi removal tumor meningioma.
b. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan respon rangsangan nyeri.
c. Ansietas atau kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.
d. kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi atau kurang informasi, ketidak familiernya sumber informasi mengenai penyakit meningioma atau tumor otak.
PERENCANAAN/INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan bekas luka post operasi removal tumor meningioma
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Hasil : wajah klien tidak meringis lagi
Skala nyeri 2(0-10)
Intervensi
1) Kaji keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas.
2) Pantau tanda-tanda vital.
3) Ajarkan pada pasien teknik nafas dalam
4) Berikan tindakan kenyamanan misalnya masase
5) Penatalaksanaan pemberian obat analgetik.
Rasional.
1) Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan.meningkatnya nyeri secara bertahap pasca operasi,menunjukkan melambatnya penyembuhan.
2) Peningkatan TTV menandakan adanya peningkatan skala nyeri
3) Meningkatkan relaksasi kenyamanan dan menurunkan nyeri.
4) Menurunkan ketegangan otot sehingga nyeri berkurang.
5) Memblokir rangsangan lmpuls nyeri ke otak sehingga nyeri tidak dipersepsikan.
2. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan respon kecemasan
Tujuan : klien dapat tidur pulas dengan baik
Hasil : 7 – 8 jam tidur perhari
Intervensi:
1) Kaji pola tidur klien
2) Beri posisi tidur yang nyaman pada klien.
3) Batasi jumlah pengunjung pada jam istirahat.
4) Anjurkan pada keluarga klien untuk menciptakan suasana tenang dan nyaman terutama bila klien sedang tidur.
Rasional:
1) Mengetahui apakah kebutuhan istirahat tidur klien terpenuhi
2) Untuk memberikan rasa nyaman pada klien saat tidur.
3) Memberikan kesempatan bagi klien dan pasien lain untuk beristirahat.
4) Mengurangi rangsangan yang mengganggu tidur klien.
3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau ancaman kematian.
Tujuan : rasa cemas klien berkurang atau hilang
Intervensi :
1) Kaji rasa Cemas yang mampu mempengaruhi kesehatan klien.
2) observasi vital sign.
3) Ajarkan pada pasien teknik relaksasi.
4) Berikan tindakan kenyamanan misalnya masase
5) Kolaborasi tim medis pemberian edukasi kesehatan pada pasien
Rasional :
1) Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan.meningkatnya kecemasan pasien secara bertahap pasca operasi,menunjukkan melambatnya penyembuhan.
2) Peningkatan TTV menandakan adanya peningkatan skala cemas
3) Meningkatkan relaksasi kenyamanan dan menurunkan nyeri.
4) Menurunkan beban atropi otot.
5) Memblokir rangsangan lmpuls nyeri ke otak sehingga cemas tidak dipersepsikan mampu berkurang.
4. kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi atau kurang informasi, ketidak familiernya sumber informasi mengenai penyakit tumor otak.
Tujuan : klien mampu mengetahui tentang penyakit atau kondisi yang dialaminya
Hasil: pemgetahuan dan informasi tentang penyakit klien dapat bertambah
Intervensi :
1) kaji tingkat pengetahuan pasien saat ini dan pemahaman terhadap materi.
2) Beri penjelasan pada klien tentang kondisi yang dialaminya
3) Berikan health education bagi klien dan keluarga.
Rasional:
1) Untuk menunjukkan respon klien terhadap pengetahuan tentang penyakitnya.
2) Agar klien memahami informasi penyakit yang dialami klien.
3) Klien dan keluarga mampu mengetahui hal apa yang mampu merangsang penyakit klien.
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A dan Lorrane M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol 2. Jakarta: EGC.
Tarwoto, Watonah, dan Eros Siti Suryati. 2007. Keperawatan MedikalBedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto.
Baughman, Diace C dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH
NAMA MAHASISWA : -
TEMPAT PRAKTIK : RUANG BEDAH SARAF LONTARA 3
BAWAH DEPAN RS.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR.
TANGGAL : 22 - 28 OKTOBER 2015.
I. BIODATA
A. IDENTITAS KLIEN
1. NAMA KLIEN : NY. “M”
2. USIA / TANGGAL LAHIR : -
3. JENIS KELAMIN : P
4. AGAMA : -
5. ALAMAT : -
6. SUKU/BANGSA : -
7. STATUS PERKAWINAN : -
8. PEKERJAAN : -
9. No. M.R : -
10. TGL MASUK RS : 16 NOVEMBER 2015 (12:36)
11. TGL PENGKAJIAN : 23 NOVEMBER 2015
12. RENCANA THERAPY :
1. INFUS RL 28tpm
2. RANITIDIN 50mg/8jam/ IV
4. LANSOPRASOLE 30mg/8Jam/IV
5. KETOROLAC 30gr/8jam/IV
B. PENANGGUNG JAWAB
1. NAMA : Ny. “L”
2. USIA : -
3. JENIS KELAMIN : P
4. PEKERJAAN : -
5. HUBUNGAN DGN KLIEN : -
6. ALAMAT : -
7. KELURAHAN : -
8. TELEPON : -
II. RIWAYAT KESEHATAN
A. Riwayat kesehatan saat ini
1. Keluhan utama : NYERI KEPALA
2. Riwayat keluhan utama
Setahun yang lalu Sebelum klien masuk rumah sakit wahidin sudirohusodo pada tanggal 5 oktober 2015, klien merasakan ada benjolan dibagian kepala yang tidak membesar, klien juga tidak merasakan adanya nyeri apabila klien mnenggoyangkan kepalanya atau menengok, nyeri yang dirasakan klien seakan tertusuk - tusuk, awalnya nyeri yang dirasakan klien sangat hebat sehingga dirujuk ke rumah sakit polewali mandar namun tidak ada perubahan yang berarti dimana lokasi nyeri berada di bagian wilayah kepala kanan.
Ketika dirawat dirumah sakit polewali mandar setahun yang lalu riwayat muntah sering dikeluhkan oleh klien ditandai dengan kesadaran klien yang sering menurun akibat kelemahan tubuh , namun tidak ada riwayat demam yang dirasakan oleh klien. Pada saat riwayat dirawat oleh dokter neurologi klien mengatakan bahwa separuh badannya dalam kelemahan dan sulit untuk bergerak.
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 23 november 2015 klien mengatakan nyeri pada bagian kepala seakan tertusuk tusuk dengan skala nyeri 6(0 – 10) dengan durasi nyeri 3x – 5x/mnt diwilayah operasi removal tumor di bagian kepala, ditandai dengan wajah klien meringis, dengan sifat hilang timbul, faktor yang memperberat nyeri klien apabila klien beraktifitas dan faktor yang meringankan nyeri klien apabila klien beristirahat., klien mengatakan sulit untuk beristirahat, dengan waktu tidur 5 – 6 jam perhari, klien merasa cemas dengan kondisi kesehatan yang dialaminya saat ini dengan informasi post operatif,
Riwayat kesehatan yang lalu
1. Klien merasa nyeri pada bagian kepala post operasi.
2. Sebelumnya klien blm pernah di rawat di rumah sakit.
3. Klien tidak pernah melakukan tindakan operasi sebelumnya.
4. Klien tidak memiliki riwayat kecelakaan/ trauma yang dialami.
5. Klien tidak mempunyai riwayat alergi dengan makanan
6. Klien tidak mempunyai ketergantungan dengan obat- obatan.
III. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
1. Pola konsep diri
a. Gambar diri : klien merasa cemas kondisi yang dialaminya
b. Ideal diri : klien berharap dapat segera pulih dari kondisi penyakit
yang dialaminya saat ini.
c. Harga diri : walaupun dalam keadaan sakit, klien masih dapat
dihargai sebagai manusia.
d. Peran diri : klien adalah seorang ibu.
e. Identitas diri : klien adalah seorang ibu yang membutuhkan bantuan
dari orang lain.
2. Pola kognitif.
Klien sering memikirkan kondisi kesehatan dan penyakitnya, berharap cepat sembuh agar dapat berkumpul dengan keluarga seperti sedia kala klien juga ingin beraktifitas seperti biasanya.
3. Pola copying.
Dalam mengambil keputusan dilakukan secara kekeluargaan.
4. Pola interaksi.
a. Pasien mampu berbicara dengan jelas dengan dua bahasa yakni bahasa daerah dan berbahasa Indonesia.
b. Klien mampu mengekspresikan perasaannya
c. Bahasa yang digunakan sehari –hari (bahasa bugis dan Indonesia.
d. Klien dapat berinteraksi baik dengan keluarga,perawat dan mahasiswa.
IV.RIWAYAT SPIRITUAL
1. Ketaatan klien beribadah : sebelum klien masuk rumah sakit klien sering
beribadah di gereja
2. Dukungan keluarga : klien mendapatkan dukungan dari keluarga
melalui doa dan bantuan dalam perawatannya.
3. Ritual yang biasa dijalankan: ibadah di gereja setiap hari misa.
V. PEMERIKSAAN FISIK.
A. Keadaan umum klien
1. Tanda tanda distress : klien mengeluh sakit saat nyeri hilang timbul
2. Penampilan : berpenampilan sesuai dengan usia klien.
3. Ekspresi wajah : klien terkadang tampak keletihan, lemas, dan
Meringis.
4. Bicara klien : klien mampu merespon sesuai dengan yang
Ditanyakan.
5. GCS 15 : E4 M6 V5
B. Tanda – tanda vital (TTV)
Tekanan darah : 130/90 mmhg
Nadi : 76x/menit
SUHU : 20x/menit
Pernapasan : 36,8
C. Sistem pernapasan
1. Hidung
Inspeksi : bentuk hidung simetris, tidak ada polip atau massa, tidak ada secret pada rongga hidung klien. Klien pula mengatakan dapat merasakan bau.
Palpasi : klien mengatakan tidak ada nyeri tekan frontalis, maxillaries, massa tumor tidak ada.
2. Leher
Inspeksi : teraba ada pembesaran kelenjar tiroid pada leher klien, dapat berotasi baik fleksi dan ekstensi.
Palpasi : teraba pembesaran kelenjar tiroid pada leher klien
ada Massa tumor.
3. Dada/thorax
Inspeksi : ukuran (anterior, posterior,transversal) simetris kiri dan kanan.
Palpasi : tidak ada massa dan tumor pada bagian dada klien.
Tidak ada retraksi gerakan dada
Tidak ada tampilan gerakan otot bantu pernapasan pd klien
Suara nafas: vesikuler.
D. System kardiovaskular jantung.
1. Inspeksi
Konjungtiva anemis menunjukkan adanya tanda dehidrasi, mukosa bibir sedikit pucat/kering, arteri karotis lemah dan vena jugularis meninggi.
2. Palpasi
Tidak ada nyeri di bagian dada pada saat bernafas, tidak terdapat tumor pada bagian dada klien.
3. Auskultasi :
pola atau suara jantung
S1: terletak di ICS 4 & 5 Kiri (area trikuspidal ventrikuler dipersepsikan dengan bunyi “LUB”.
S2: terletak di ICS 1&2 kiri (pulmonal) dan dibagian kanan (aorta). Dipersepsikan dengan bunyi “DUB”.
Paru – paru
Inspeksi : pola nafas resspirasi rate
Perkusi : bunyi lapang paru (tympany)
Auskultasi: suara nafas vesikuler
E. System pencernaan
1. Mulut
Inspeksi : tidak ada riwayat stomatitis pada bibir klien ,Bibir kering, tidak ada riwayat palatoskyzis, informasi dari pasien mengatakan jumlah gigi 28 dari gigi lengkap 32, tidak menggunakan gigi palsu.
Gusi : tidak ada perdarahan pada gusi pasien.
Lidah: lembab , wrna merah muda keputihan
Palatum: tidak memiliki lesi pada pasien
Tonsil : tidak ada pembesaran tonsil atau riwayat tonsillitis
Kerongkongan : klien tidak ada nyeri rangsangan menelan.
2. Gaster
Inspeksi : .pola nafas normal
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : gerakan peristaltic bising usus 12x/menit.
3. Abdomen
Inspeksi : warna kulit sawo matang pada bagian perut klien
Auskultasi: peristaltic bising usus 12x/menit.
Perkusi : tympani
Palpasi : tidak ada nyeri teekan .
F. Sistem indera
1. Mata
Inspeksi : Lapang pandang 180 , tidak terdapat gangguan visual pada mata klien, reflex pupil mengecil apabila dibias cahaya.
2. Hidung
Inspeksi : klien mengatakan hidung klien dapat membedakan bau ( misalnya bau minyak kayu putih dan bau feses.
Tidak terdapat riwayat mimisan pada klien. Tidak terdapat secret yang menghalangi penciuman.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan Os. Nasalis (tulang hidung).
3. Telinga
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Tidak ada sumbatan meatus acusticus externus (MAE)
Kanal auditorius bersih
Tidak ada gangguan pendengaran pada kedua telinga klien
Palpasi : tidak terdapat massa pada telinga klien
Tidak terdapat nyeri tekan pada kedua daun telinga klien
G. Sistem saraf
1. Fungsi serebral
a. Status mental orientasi normal.
Dapat mengingat dan mengetahui benda yang pernah dia miliki, mengingat bagaimana rasa dari buah jeruk dank lien mampu mengingat anggota keluarga klien.
b. Kesadaran klien
1) Eyes : visus sentralis jauh maupun dekat.
Pasien mampu membuka mata secara spontan apabila perawat datang dalam ruang perawatan dengan skor 4.
2) Motorik response
Pasien mampu menuruti perintah tanpa ada reaksi nyeri apabila pasien langsung disuruh untuk mengangkat tangan dengan skor 6.
3) Verbal response
Baik dan tidak ada disorientasi pada klien
Dapat merespon percakapan dengan baik dan tahu di lokasi mana ia berada saat ini dengan skor 5.
c. Bicara dengan klien
Percakapan responsive penggunaan bahasa daerah dengan bahasa Indonesia baik, tidak ada disorientasi.
2. Fungsi cranial.
1) Nervus I (olvactorius) : fungsi penciuman baik dimana klien
dapat membedakan bau teh dan rasa jeruk.
2) Nervus II (Optikus) : visus sentralis jauh maupun dekat
dengan lapang pandang 180
3) Nervus III,IV,dan VI (Okulomotorius , troklearis dan abdusen)
Reaksi pupil mengecil terhadap bias cahaya. Gerakan bola mata 6 arah.
4) Nervus v (trigeminus).
Sensorik : dapat merasakan rangsangan pada kaki, wajah
Didepan reflex , kornea (+)
Motorik : otot massiter dan temporal (+) saat klien mengunyah.
5) Nervus VII (Facialis)
Sensorik : dapat merasakan rasa manis, asam dan asin pada anterior lidah.
Otonom : ada lakrimalis dan salvias bila dirangsang
Motorik : klien dapat tersenyum, klien dapat mengangkat als.
6) Nervus VIII (Vestibulo cocklearis).
Sensorik : tidak terdapat gangguan keseimbangan
Pendengaran: fungsi penginderaan baik, dapat mendengar
bisikan dengan jarak 3 meter.
7) Nervus IX (Glossofaringeus)
Sensorik : klien dapat merasakan pahit pada posterior
Lidah.
Motorik : tidak terdapat nyeri pada saat menelan.
8) Nervus XI (Assesoris).
Motorik : posisi lidah simetris, tidak ada deviasi gerakan
lidah, lidah dapat dijulurkan dan digerakkan
kekiri dan ke kanan sambil diberi tahanan.
3. Fungsi motorik
a. Tonus otot tidak bergerak aktif
b. Kekuatan otot
4. Fungsi sensorik : klien dapat merasakan nyeri, suhu panas dingin dan
Rabaan.
5. Reflex
Bisep : +
Trisep : +
Patella : +
Babinsky: -
H. System musculoskeletal.
1. Kepala
Inspeksi : bentuk messochepal.
Pergerakan dapat fleksi dan ekstensi.
Terdapat luka verban pada bagian kepala kanan karna ada post operasi dengan diameter .
Palpasi : terdapat nyeri tekan skala 5(0-10)
2. Vertebra
Pergerakan baik , tidak ada tanda- tanda bahwa klien skoliosis
3. Lutut
Inspeksi : tidak terdapat pembengkakan pada lutut maupun tanda adanya tumor.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada kaki klien
4. Kaki
Ispeksi : tidak terdapat pembengkakan pada area persendian
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan.
5. Tangan
Inspeksi : terdapat udem pada bagian tangan kiri.
Pergerakan lengan klien baik
Terpasang infuse RL 28tpm pada bagian tangan kanan
Kekuatan otot
Palpasi adanya nyeri tekan pada udem di bagian lengan. Bekas lokasi pemasangan infuse
I. Sistem integument
Rambut : warna hitam, tidak mudah rontok
Kulit : Sawo matang, Suhu: 36,6 , kulit sedikit lembab dikarenakan keringat. Turgor kulit normal.
Kuku : CRT kurang lebih 2 detik, tidak terdapat clubbing ferger, tidak terdapat adanya tanda – tanda sianosis.
J. Sistem endokrin.
Tidak terdapat pembesaran pada kelenjar tiroid.
Eksresi urine tidak berlebihan
Keringat berlebih pada klien menunjukan adanya tanda – tanda dehidrasi.
K. System perkemihan
Tidak ada riwayat kencing batu. Selanjutnya klien tidak bersedia untuk dikaji.
L. System reproduksi
Klien tidak dapat dikaji karena klien merasa tidak bersedia untuk dilakukan pengkajian.
M. System imun
Klien mengatakan tidak ada alergi pada makanan ,
Klien merasa tidak memiliki ketergantungan pada obat-obatan.
Tidak terdapat tanda bahwa penyakit yang dialaminya berhubungan dengan cuaca.
Belum terdapat dilakukan bahwa pasien melakukan transfuse darah.
N. Therapy saat ini
Infuse RL 28Tpm
KETOROLAC 30Mg/8jam/IV
Ranitidin 50mg/8jam/IV
Dexamethasone 500mg/8j/iv
AKTIVITAS SEHARI – HARI
A. nutrisi
No. | Kondisi | Sebelum sakit | Saat sakit |
Nutrisi Selera makan Menu makan frekuensi jenis makanan kesulitan tindakan | |||
1 | Baik/teratur | Baik, teratur | |
2 | 1 porsi /sekali makan | 1 porsi sehari | |
3 | 3x sehari | 3x sehari | |
4 | nasi, sayur, daging | Bubur, nasi, sayur, sup ikan | |
5 | Tidak ada | Terdapat kesulitan | |
6 | mandiri | Dibantu |
B. cairan
No. | Kondisi | Sebelum sakit | Saat sakit |
1 | Jenis minuman | Air putih , teh | Air putih, teh, susu |
2 | Frekuensi minum | Setiap saat kebutuhan | Setiap saat |
3 | Kesulitan | Tidak ada | Ada kesulitan |
4 | tindakan | Mandiri | Dibantu |
C. eliminasi
No. | Kondisi (BAB) | Sebelum sakit | Saat sakit |
1 | tempat | Toilet rumah | Toilet umum RS |
2 | Frekuensi | 2 atau 3x/hari | 1x/3 hari |
3 | konsistensi | Lunak | encer |
4 | Kesulitan | Tidak ada | Hambatan mobilitas |
5 | Tindakan | Mandiri | dibantu |
No. | Kondisi (BAK) | Sebelum sakit | Saat sakit |
1 | tempat | Toilet | Toilet umum RS |
2 | Frekuensi | Tidak menentu | - |
3 | Warna | Putih | Kuning/putih |
4 | Bau | Amoniak | amoniak |
5 | kesulitan | Tidak ada | Hambatan mobilitas |
D. Istirahat tidur
No. | Istirahat tidur | Sebelum sakit | Saat sakit |
1 | Siang | 2 – 3 jam (13.00 -15.00) | 3 jam (13.00 – 16.00) |
2 | Malam | 8 jam (21.00 – 05.00) | 8 – 9 jam. |
No. | Kebiasaan sebelum tidur | Sebelum sakit | Saat sakit |
1 | Tindakan | Ceritra dengan keluarga | Ceritra dengan keluarga |
2 | Kesulitan tidur | Tidak ada | cemas |
3 | Tempat | Kamar tidur | Ruang bedah Saraf |
E. Aktivitas
No. | Aktivitas | Sebelum sakit | Saat sakit |
1 | Program | Pekerjaan rumah tangga | Belum pernah melakukan aktifitas |
2 | Setiap hari | Belum pernah melakukan. |
F. Personal hygiene
No. | Personal hygiene | Sebelum sakit | Saat sakit |
1 | mandi frekuensi tempat | ||
2 | 1x/hari | 2x/3hari | |
3 | Kamar mandi | Kamar mandi | |
4 | Cuci rambut Frekuensi cara | ||
5 | 2x sehari | 2x sehari | |
6 | Menggunakan sampo | Penggunaan sampo | |
7 | perawatan kuku/F:C | 1X/4minggu | Belum pernah |
alat | Gunting kuku | ||
8 | Gosok gigi | 1x/hari | 2x/2 hari |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar