Sabtu, 10 Desember 2022

Laporan pendahuluan Hirschsprung disease


LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP MEDIS
A.    DEFINISI
Penyakit hirschsprung merupakan suatu anomali kongenital dengan karakteristik tidak adanya saraf-saraf pada suatu bagian intestinal.
Hal ini menyebabkan adanya obstruksi intestin mekanis akibat dari motilitas yang tidak adekuat. (Marry. E. Muscari, 2005). Penyakit ini sedikitnya empat kali lebih banyak terjadipada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan serta lebih umum terjadi pada anak-anak yang mengalami down syndrome. Penyakit hirschsprung dapat bersifat akut dan mengancam keselamatan atau bahkan kronis.
Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.
Penyakit hirschsprung merupakan suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai pada usus halus. (Ngastiyah, 1997 : 138).
Penyakit hirschsprung adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L. Wong, 2003 : 507).
Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily & Sowden : 2000 ). Mega kolon/penyakit hisprung adalah suatu penyakit yang terjadi karena adanya permasalahan pada persyarafan usus besar paling bawah, mulai anus hingga usus di atasnya.
Penyakit Hirschsprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit Hirschsprung juga penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang paling sering pada neonatus.
Penyakit Hirschsprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak adalion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal.
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus defisiensi ganglion. Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelahiran hidup. Insidensi Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkay kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Insidens keseluruhan dari penyakit Hirschsprung 1: 5000 kelahiran hidup, laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan ( 4: 1 ). Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down, sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler. Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi faktor penyebab penyakit Hirschsprung diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium, enema, rectal biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan dan colostomi

B.     ETIOLOGI
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis hisprung disease , yaitu:
Mungkin karena adanya kegagalan sel-sel ”Neural Crest” ambrional yang berimigrasi ke dalam dinding usus atau kegagalan pleksus mencenterikus dan submukoisa untuk berkembang ke arah kranio kaudal di dalam dinding usus. Disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari pleksus Auerbach di kolon. Sebagian besar segmen yang aganglionik mengenai rectum dan bagian bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon. Sering terjadi pada anak dengan ”Down Syndrome”. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding pleksus.
1.      Hirschprung Disease
a.       Persyarafan tidak sempurna pada bagian usus ganglion
b.      Peristaltic abnormal
c.       Defek kongenital familia
d.      Kegagalan perpindahan kraniokaudal dari prekursor sel saraf ganglion sepanjang saluran GI antara minggu kelimadan keduabelasgestasi.
2.      Irritable Bowel Syndrome
a.       Gangguan motilitas
b.      Intoleransi makanan
c.       Abnormalitas dari interaksi aksis
d.      Hipersensivitas visceral
e.       Pasca infeksi usus. Biasanya disebabkan oleh virus giardia atau amoeba. Biasanya gejala berupa perut kembung ,nyeri abdomen, dan diare.

C.    PATOFISIOLOGI.
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden).
Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat berjalan disepanjang usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis ini disebut gerakan peristaltic). Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang disebut ganglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit Hirschprung ganglion / pleksus yang memerintahkan gerakan peristaltic tidak ada, biasanya hanya sepenjang beberapa sentimetir. Segmen usus yang tidak memiliki gerakan peristaltic tidak dapat mendorong bahan-bahan yang dicerna sehingga terjadi penyumbatan (Dasgupta, 2004).
Dengan kondisi tidaka adanya ganglion, maka akan memberikan manisfestasi gangguan atau tidak adanya peristalsis sehingga akan terjadi tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu sfingter rectum tidak dapat berelaksasi secara optimal, kondisi ini dapat mencegah keluarnya feses secara normal. Isi usus kemudian terdorong ke segmen aganglionik dan terjadi akumulasi feses di daerah tersebut sehingga memberikan manifestasi dilatasi usus pada bagian proksimal.
Kondisi penyakit Hisrchsprung memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien dan memberikan implikasi pada penderita asuhan keperawatan.
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson ).

D.    MANIFESTASI KLINIS
konstipasi (sembelit) merupakan tanda utama pada Hirschsprung, dan pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala obstruksi akut. Tiga tanda (Trias) yng sering ditemukan meliputi mekonium yang terlambat keluar (lebih dari 24 jam), perut kembung, muntah berwarna hijau. Pada neonatus, kemungkinan ada riwayat keterlambatan keluarnya mekonium selama 3 hari dan bahkan lebih mungkin menandakan terdapat obstruksi rektum dengan distensi abdomen progresif dan muntah, sedangkan pada anak yang lebih besar kadang-kadang ditemukan keluhan adanya diare atau enterokolitis kronik yang lebih menonjol daripada tanda-tanda obstipasi (sembelit).
Terjadinya diare yang berganti-ganti dengan konstipasi merupakan hal yang tidak lazim. Apabila disertai dengan komplikasi enterokolitis, anak akan mengeluarkan feses yang besar dan mengandung darah serta sangat berbau dan terdapat peristaltik dan bising usus yang nyata. Sebagian besar tanda dapat ditemukan pada minggu pertama kehidupan, sedangkan yang lain ditemukan sebagai kasus konstipasi kronik dengan tingkat keparahan yang meningkat sesuai dengan pertambahan umur anak. Pada anak lebih tua biasanya terdapat konstipasi kronik disertai anoreksia dan kegagalan pertumbuhan.
Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan.
1.      Konstipasi kronik mulai dari bulan pertama kehidupan dengan terlihat tinja seperti pita.
2.      Obstruksi usus dalam periode neonatal.
3.      Nyeri abdomen dan distensi.
4.      Gangguan pertumbuhan.
a.       Obstruk total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evaluai mekonium.
b.      Keterlambatan evaluasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik secara spontan maupun dengan edema.
c.       Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut.
d.      Konstruksi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
e.       Gejala hanya konstipasi ringan.
5.      Masa Neonatal :
a.       Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.
b.      Muntah berisi empedu.
c.       Enggan minum.
d.      Distensi abdomen
.
6.      Masa bayi dan anak-anak :
a.       Konstipasi
b.      Diare berulang
c.       Tinja seperti pita, berbau busuk
d.      Distensi abdomen
e.       Gagal tumbuh(Betz, 2002 : 197)

E.     KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada hisprung disease pada anak antara lain:
1.      Gawat pernapasan (akut)
2.      Enterokolitis (akut)
3.      Striktura ani (pasca bedah)
4.      Inkontinensia (jangka panjang)
5.      Obstruksi usus
6.      Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit
7.      Konstipasi.

F.     PENATALAKSANAAN
1.      Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal.
2.      Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
3.      Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama.
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah.
Pembedahan hirschsprung dilakukan dalam 2 tahap, yaitu dilakukan kolostomi loop atau double-barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali normal (memerlukan waktu 3-4 bulan), lalu dilanjutkan dengan 1 dari 3 prosedur berikut :
1.      Prosedur Duhamel: Penarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus aganglionik.
2.      Prosedur Swenson: Dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran anal yang dibatasi.
3.      Prosedur saave: Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus.
4.      Intervensi bedah
Ini terdiri dari pengangkatan ari segmen usus aganglionik yang mengalami obstruksi. Pembedahan rekto-sigmoidektomi dilakukan teknik pull-through dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama, tahap kedua atau ketiga, rekto sigmoidoskopi di dahului oleh suatu kolostomi. Kolostomi ditutup dalam prosedur kedua.
a.       Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
1)      Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
2)      Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
3)      Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan)
4)      Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.
Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak dengan malnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total ( NPT ).
5.      Pengobatan
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera dilakukan kolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding perut yang disambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena dan penyambungan kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6 bulan atau lebih.
Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis, diberikan antibiotik.

G.    Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
1.      Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap and mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2.      Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan dibawah narkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
3.      Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap. Pada penyakit ini klhas terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4.      Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.
5.      Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam usus.
6.      Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.
7.      Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus. Obstruksi mekanis usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi tidak ada gas dalam usus. Bila foto fokus tidak memberi kesimpulan, dilakukan radiogram barium untuk mengetahui tempat obstruksi (Brunner and Suddarth, 2001, hal 1121).


KONSEP KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
1.      Aktivitas dan istirahat
Gejala :
Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses penyakit. kelemahan dan/atau keletihan, perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misal nyeri, ansietas, berkeringat malam.
Tanda : kesulitan ambulasi
2.      Sirkulasi
Tanda :
Takikardia (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri). Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K). Tekanan darah hipotensi(tanda syok), termasuk postural. Kulit/membran mukosa : turgor buruk, kering, bibir pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).
3.      Integritas ego
a.    Gejala :
Ansietas, ketakutan misalnya : perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Faktor stress akut/kronis misalnya: hubungan dengan keluarga dan pekerjan, pengobatan yang mahal.
b.   Tanda :
Menolak, perhatian menyempit, depresi
4.      Neurosensori
a.    Gejala : 
gangguan pendengaran dan penghidu, adanya pusing, sinkope
5.      Pernapasan:
a.       Gejala:
Pada pemeriksaan penunjang dapat terlihat adanya sumbatan seperti massa.
6.      Makanan dan cairan
a.    Gejala :
Penurunan lemak, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa bibir pucat; luka, inflamasi rongga mulut. Intake kurang adekuat akibat lesi.
b.   Tanda :
 Penurunan berat badan, tidak toleran terhadap diit/sensitive; buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak.
7.      Hygiene
a.    Tanda       :
Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukan kekurangan vitamin. Bau badan.
8.      Nyeri dan kenyamanan
a.    Gejala ;
Nyeri/nyeri tekan pada perawatan ganti verban (mungkin hilang dengan defekasi), titik nyeri berpindah, nyeri tekan (atritis), terasa panas.

b.   Tanda :
Nyeri tekan pada bagian wajah OS. Nasal, superaorbital, maxilla.
9.      Keamanan
a.    Gejala ;
Peningkatan suhu 39-40°Celcius (eksaserbasi akut). Penglihatan kabur akibat hematom neurologik, alergi terhadap makanan/produk susu (mengeluarkan histamine kedalam usus dan mempunyai efek inflamasi).
b.   Tanda :
Lesi kulit mungkin ada misalnya : eritema nodusum (meningkat, nyeri tekan, kemerahan dan membengkak) pada tangan, muka; pioderma ganggrenosa (lesi tekan purulen/lepuh dengan batas keunguan) pada paha, kaki dan mata kaki.
10.  Seksualitas
a.    Gejala :
Frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual.
11.  Interaksi social
Gejala : Masalah hubungan/peran sehubungan dengan kondisi. Ketidak mampuan aktif dalam sosial.
12.   Pemeriksaan fisik
a.       Inspeksi : Pada bagian wajah kemerahan, terdapat luka akibat goresan vulnus dan  tidak terlihat pada wajah epistaksis.
b.      Palpasi : nyeri tekan supraorbital akibat open rewind, selain itu terasa nyeri apabila ditekan.
a.       Diagnostik Test
·         Pemeriksaan laboratorium
·          Pemeriksaan laju endaP darah
·         Hb dan PCV: dibawah normal
·          Leukosit: normal atau sedikit meningkat
·         Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl‑  rendah


DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan hirsprung disease:.
a.       Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
b.      Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.
c.       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh akibat hisprung disease..
d.      Ansietas orangtua berhubungan dengan perubahan status kesehatan pada anak



PERENCANAAN/INTERVENSI

1.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Hasil :  keadaan umum baik dan berat badan sesuai dengan umur.
Intervensi :
1)      Kaji pola makan klien.
2)      Jelaskan pada klien bahwa pentingnya kebutuhan nutrisi.
3)      Anjurkan pada klien untuk memakan makanan dalam keadaan hangat.
Rasional:
1)      Menentukan intake yang dikonsumsi klien sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2)      Diharapkan dapat memenuhi informasi yg dibutuhkan klien.
3)      Dapat meningkatkan nafsu makan klien dengan baik..

2.      Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.
Tujuan : klien tidak dehidrasi serta kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Hasil :  keadaan umum baik dan berat badan sesuai dengan umur.
Intervensi :
1)      Monitor tanda – tanda dehidrasi.
2)      Anjurkan pada orangtua klien untuk makan dalam porsi sedikit tapi sering..
3)      Anjurkan pada orang tua klien agar klien mampu memakan makanan dalam keadaan hangat.
4)      Monitor jumlah dan tipe masukan cairan.
Rasional:
1)      Menentukan intake yang dikonsumsi klien sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2)      Diharapkan dapat memenuhi informasi yg dibutuhkan klien.
3)      Dapat meningkatkan nafsu makan klien dengan baik.
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh.
Tujuan : diharapkan klien dapat beraktifitas kembali seperti sedia kala.
Hasil: klien tidak merasa lemas , keadaan umum baik.
Intervensi :
1)      Kaji respon klien terhadap aktivitas
2)      Instruksikan pada klien untuk menghemat energy
3)      Dekatkan peralatan yang dibutuhkan klien.
4)      Libatkan keluarga dalam mengambil kebutuhan.
5)      Anjurkan dan ajarkan pada klien untuk latihan gerak secara bertahap.
Rasional:
1)      Untuk menunjukkan respon klien terhadap aktivitas.
2)      Membantu keseimbangan antara suplay O2
3)      Agar klien mudah mengambil alat – alat yang dibutuhkan.
4)      Membantu klien untuk memenuhi kebutuhan.
Mencegah terjadinya artropi otot.

4.      Ansietas orangtua berhubungan dengan perubahan status kesehatan pada anak
Tujuan : rasa cemas orangtua klien berkurang.
Intervensi :
1)      Kaji rasa Cemas yang mampu mempengaruhi kesehatan klien.
2)      observasi vital sign.
3)      Ajarkan pada pasien teknik relaksasi.
4)      Berikan tindakan kenyamanan misalnya masase
5)      Kolaborasi tim medis pemberian edukasi kesehatan pada pasien
Rasional :
1)      Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan.meningkatnya kecemasan pasien secara bertahap pasca operasi,menunjukkan melambatnya penyembuhan.
2)      Peningkatan TTV menandakan adanya peningkatan skala cemas
3)      Meningkatkan relaksasi kenyamanan dan menurunkan nyeri.
4)      Menurunkan beban atropi otot.
5)      Memblokir rangsangan lmpuls nyeri ke otak sehingga cemas tidak dipersepsikan mampu berkurang.


DAFTAR PUSTAKA

  1. Betz, Sowden. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.
  2. Suriadi, Yuliani R. (2001). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV Sagung Seto.
  3. Tucker SM. (1997). Standar Perawatan Pasien. Edisi V. Jakarta, EGC.
  4. Smeltzer, Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta, EGC.
  5. FKUI. (1985). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.
  6. Harlatt, Petit. (1997). Kapita Selekta Hematologi. Edisi 2. Jakarta, EGC.
ACS. (2003). What is Anemia ?. Available (online) http: // www // yahoo / nurse / leucemia /html.





FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN ANAK

NAMA MAHASISWA      : -
TEMPAT PRAKTIK           : RUANGAN  LONTARA II ATAS DEPAN
                                               RS.WAHIDIN SUDIROHUSODO
                                               MAKASSAR
TANGGAL                         : 08 – 13 FEBRUARI 2016.

       I. BIODATA
A.    IDENTITAS KLIEN
1.      NAMA KLIEN                        An. “R”
2.      USIA / TANGGAL LAHIR     :  -
3.      JENIS KELAMIN                :    LAKI - LAKI
4.      AGAMA                               :    -
5.      ALAMAT                             :    -
6.      SUKU/BANGSA                 :    -
7.      STATUS PERKAWINAN   :    -
8.      PEKERJAAN                       :    -
9.      No. M.R                                :    -
10.  DIAGNOSA MEDIS           :    HIRSPRUNG DISEASE
11.  TANGGAL MASUK           :    31 DESEMBER 2015 (19.25)
12.  TGL PENGKAJIAN            :    8 FEBRUARI 2016
13.  RENCANA THERAPY       :
1. Infuse KA-EN 3B 30tpm
2. CEFIXIME 250mg/12jam/Ol
3. Vit. B 1X1 tab /24jam/ol
4.Vit C 50mg/12jam/ol.
5.Nutrisi parenteral
6.Dextrose 40% 28tpm.



B.     PENANGGUNG JAWAB
1.      NAMA                                  :    Ny.” S”
2.      USIA/TANGGAL LAHIR  :    - Tahun / - DESEMBER 1982
3.      JENIS KELAMIN                :    P
4.      PEKERJAAN                       :    -
5.      HUBUNGAN DGN KLIEN    -
6.      No. TELP                              :    -
7.      ALAMAT                             :    -
    II. RIWAYAT KESEHATAN
A.  Riwayat kesehatan saat ini
1.   Keluhan utama       : lemas dan perdarahan.
2.   Riwayat keluhan utama
Dialami 10 jam Sebelum klien masuk rumah sakit wahidin sudirohusodo pada tanggal 31 desember 2016, orang tua klien mengatakan klien tidak kejang namun ada riwayat demam sejak 2 hari yang lalu sebelum klien masuk RS. Orangtua klien mengatakan klien sering mual namun muntah tidak ada, orangtua klien mengatakan nyeri di bagian perut, orangtua klien mengatakan klien sering BAB encer dan bercampur darah serta lendir, pasien menderita penyakit hisprung dan telah menjalani operasi pada bulan agustus dan bulan November 2015. Orang tua klien khawatir dan tidak ada perubahan yang berarti maka orangtua klien dan keluarga memutuskan untuk dirujuk di rumah sakit wahidin sudirohusodo pada tanggal 31 desember 2015 untuk dilakukan tindakan perawatan lebih lanjut.
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 25 januari 2016 orangtua klien mengatakan diare, BAB Encer dialami klien frekuensi BAB 2 kali sehari,tidak ada darah namun memiliki ampas, berlendir, BAK warna urine kuning. Orang tua klien mengatakan klien lemas dan sulit beraktifitas, terpasang selang NGT pada klien, orangtua Klien merasa cemas dengan kondisi  klien yang dialami saat ini, hal yang memperberat klien apabila klien melakukan mobilitas dan hal yang mampu meringankan nyeri pada klien apabila klien beristirahat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Flag Counter

Flag Counter

Pages

Follow