Minggu, 11 Desember 2022

Laporan pendahuluan Fraktur Tulang dan diagnosa Gabungan Low back pain, Jenis Fraktur, dan asuhan keperawatan LBP


LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP MEDIS
A.    DEFINISI
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksteral yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Carpenito, 1999).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2000).
Sedangkan menurut anatominya, patella adalah tempurung lutut. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur patella merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang terjadi pada tempurung lutut.

Trauma terjadi ketika kehancuran patela. Tempurung lutut – lebih besar, bergulir dadu di depan lutut. Jenis fraktur patella ditentukan melalui lokasi fraktur apakah fraktur kanan (dextra) Atau fraktur kiri (sinistra).
Lutut cangkir adalah bagian dari sendi lutut. Hal ini terletak antara tendon, yang menghubungkan tulang paha dengan tulang kaki (memanjat). Patela melindungi bagian depan sendi lutut dan bertindak sebagai titik tumpu. Menyetujui otot paha, yang meluruskan lutut. Bagian dalam patela kontak dengan sebagian dari sendi lutut femur.
Beberapa penyebab umum dari cedera termasuk:
1.      Serangan kuat pada lutut (misalnya, selama latihan, jatuh atau kecelakaan mobil)
2.      Beban yang berlebihan pada lutut (misalnya, untuk mengangkat, memanjat tangga, atau beban yang berlebihan pada penyembuhan lutut).

B.     ETIOLOGI
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
1.      Fraktur akibat peristiwa trauma sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
Faktor, yang meningkatkan kemungkinan patah tulang patela:
a.       Usia lanjut;
b.      Pascamenopause;
c.       Massa otot berkurang;
d.      Osteoporosis (penurunan massa tulang);
e.       Olahraga kontak;
f.       Kegemukan, yang meningkatkan beban pada otot, kerangka, tendon dan ligamen;
g.      Kekerasan, kecelakaan mobil.
2.      Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya logam dan benda lain akibat tekanan berulang – ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris berbaris dalam jarak jauh.
3.      fraktur petologik karna kelemahan pada tulang fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang – tulang tersebut sangat rapuh.

C.    KLASIFIKASI
Klasifikasi patah tulang (fraktur) secara umum adalah:
1.      Berdasarkan hubungan dengan dunia luar
a)      Fraktur tertutup (closed)
Bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b)      Fraktur terbuka (open / compound)
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur jenis ini dibagi menjadi:
Grade 1 : robekan kulit dengan kerusakan kulit otot
Grade 2 : seperti grade 1, dengan memar kulit dan otot
Grade 3 : luka sebesar 6 – 8 cm dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf otot dan kulit
2.      Berdasarkan luas dan garis
a)      Fraktur komplit
Bila garis patah menyeberang dari satu sisi ke sisi lain dan mengenai seluruh korteks
b)      Fraktur inkomplit
Bila garis patah tidak menyeberang sehingga masih ada korteks yang utuh
c)      Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma terbagi atas 5 golongan.
1)      Fraktur spiral
Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi
2)      Fraktur transversal
Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung
3)      Fraktur kompresi
Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain
4)      Fraktur oblik
Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi
5)      Fraktur avulse
Fraktur yang diakibatkan trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang
3.      Berdasarkan jumlah garis patah
a)      Fraktur kominutif
Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
b)      Fraktur segmental
Garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan
c)      Fraktur multiple
Garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama
4.      Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
a)      Fraktur undisplaced (tidak bergeser)
Garis patah lengkap tapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh
b)      Fraktur displaced (bergeser)
Terjadi pergeseran fragmen tulang yang disebut juga dislokasi
c)      Fraktur kelelahan : fraktur yang diakibatkan tekanan yang berulang-ulang
d)     Fraktur patologis : fraktur yang disebabkan proses patologis tulang

C.    PATOFISIOLOGI.
Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamsi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematon menyebabkn dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan syndroma comportement.

D.    MANIFESTASI KLINIS.
Gejala-gejala ini, selain fraktur patela, Mereka mungkin disebabkan oleh gangguan lain. Jika segera dijumpai atau mengalami salah satu dari manifestasi tersebut segera periksakan ke dokter, berkonsultasi dengan dokter.
1.      Tiba-tiba, sakit parah di tempurung lutut;
2.      Pembengkakan dan nyeri;
3.      Ketidakmampuan untuk menekuk atau meluruskan lutut.
Manifestasi pendukung terjadinya fraktur patella antara lain
1.      Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2.      Bengkak/edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
3.      Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan sekitarnya. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya
4.      Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadu disekitar fraktur.
5.      Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
6.      Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot. paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7.      Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.
8.      Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
9.      Defirmitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
10.  Shock hipouolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
11.  Gambaran X-ray menentukan fraktur
Gambara ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur.


Diagnosis dalam menentukan seseorang tergolong terkena fraktur patela
Dokter akan bertanya tentang gejala dan riwayat medis, pemeriksaan fisik. Dia hati-hati memeriksa lutut, mencari tanda-tanda fraktur. Tes mungkin termasuk:
1.      Uji meluruskan kaki, untuk melihat, jika Anda dapat mengangkat kaki berbaring. Jika Anda tidak dapat melakukannya, ini mungkin merupakan tanda dari fraktur;
2.      Rontgen – uji, yang menggunakan sinar-X, untuk mengambil gambar dari struktur di dalam tubuh, terutama tulang, untuk menemukan tempat kehancuran mereka;
3.      CT scan – Pandangan X-ray, yang menggunakan komputer, untuk membuat gambar struktur dalam tubuh. Dibandingkan dengan x-ray konvensional memberikan gambar yang lebih rinci;
4.      MRT – uji, yang menggunakan gelombang magnetik, untuk membuat gambar struktur dalam tubuh.

E.     KOMPLIKASI
1.      Komplikasi Awal
a.       Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b.      Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c.       Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d.      Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e.       Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f.       Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
1.      Komplikasi Dalam Waktu Lama
a.       Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b.      Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c.       Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

F.     PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa tujuan penatalaksanaan fraktur dengan mengembalikan atau memperbaiki bagian-bagian yang patah ke dalam bentuk semula (anatomis), imobiusasi untuk mempertahankan bentuk dan memperbaiki fungsi bagian tulang yang rusak. Jenis-jenis fraktur reduction yaitu:
1.      Manipulasi atau close red
Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi, panjang dan bentuk. Close reduksi dilakukan dengan local anesthesia ataupun umum.
2.      Open reduksi
Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan sering dilakukan dengan internal fixasi menggunakan kawat, screlus, pins, plate, intermedullary rods atau nail. Kelemahan tindakan ini adalah kemungkinan infeksi dan komplikasi berhubungan dengan anesthesia. Jika dilakukan open reduksi internal fixasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan ada indikasi untuk melakukan ROM.
3.      Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 3 macam yaitu:
a)      Skin traksi
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).
b)      Skeletal traksi
Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) ke dalam tulang.
c)      Maintenance traksi
Merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat diberikan secara langsung pada tulang dengan kawat atau pins.
4.      Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran­nya dan rotasfanatomis.
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaring­an lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk  menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Reduksi tertutup.  Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar‑x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapat­kan efek reduksi dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar‑x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar‑x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobili­sasi.
Reduksi TerbukaPada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang (Gbr. 64‑3); alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
a)            Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. ­Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalut­an, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
b)     Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi.  Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan keti­daknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika).
Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari‑hari diusahakan untuk memperbaiki ke­mandirian fungsi dan harga‑diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.
G.    Pemeriksaan penunjang
X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
1.      Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
2.      Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
3.      CCT kalau banyak kerusakan otot.
4.      Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cedera hati.

KONSEP KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
1.      Aktivitas dan istirahat
Gejala :
kelelahan, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman karena nyeri pada bagian panggul. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja sehubungan dengan efek proses penyakit.
2.      Sirkulasi
Tanda :
peningkatan TD ( efek dari respon nyeri yang tidak dipersepsikan)

3.      Integritas ego
a.    Gejala :
Ansietas, ketakutan misalnya : perasaan tak berdaya/tak ada harapan. Faktor stress akut/kronis misalnya: hubungan dengan keluarga dan pekerjan, pengobatan yang mahal.
b.   Tanda :
Menolak, perhatian menyempit, depresi.
4.      Eliminasi
a.    Gejala :
Penurunan frekuensi urin, kemampuan untuk mengosongkan kandung kemih kurang komplit
b.   Tanda :
Kesulitan buang air dikarnakan lokasi nyeri dibagian yang sakit sangat berpengaruh
5.      Makanan dan cairan
a.    Gejala :
Penurunan lemak, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa bibir pucat; luka, inflamasi rongga mulut.
b.   Tanda :
Anoreksia, mual dan muntah. Penurunan berat badan, tidak toleran terhadap diit/sensitive; buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak.
6.      Hygiene
a.    Tanda       :
Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukan kekurangan vitamin. Bau badan.
7.      Nyeri dan kenyamanan
a.    Gejala ;
Nyeri/nyeri tekan pada bagian punggung dan panggul (mungkin hilang apabila diberikan posisi nyaman, titik nyeri berpindah, nyeri tekan (atritis).
b.   Tanda :
Perasaan tak berdaya, ingin meminta bantuan dari orang lain
8.      Keamanan
a.    Gejala ;
Riwayat keluhan yang sama tidak ada, tidak ada alergi terhadap makanan/produk susu (mengeluarkan histamine kedalam usus dan mempunyai efek inflamasi).
b.   Tanda :
Lesi kulit mungkin ada misalnya : eritema nodusum (meningkat, nyeri tekan, kemerahan dan membengkak) pada tangan, muka; pioderma ganggrenosa (lesi tekan purulen/lepuh dengan batas keunguan) pada paha, kaki dan mata kaki.
9.      Seksualitas
a.    Gejala :
Kemampuan aktivitas seksual sudah menurun
10.  Interaksi social
Gejala : Masalah hubungan/peran sehubungan dengan kondisi. Ketidak mampuan aktif dalam sosial.
1.       Penyuluhan dan pembelajaran
a.    Gejala :
Riwayat keluarga berpenyakit hipertensi daan diabetes disangkal.


DIAGNOSA KEPERAWATAN LOW BACK PAIN
1.      Diagnosa keperawatan fraktur patella.
a.       Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebratalis, tekanan didaerah distribusi ujung saraf.
b.      Resiko tinggi trauma berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik, kesulitan atau hambatan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai.
c.       Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular , menurunnya kekuatan otot.
d.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi berhubungan kesalahan interpretasi informasi, penurunan daya ingat.


 skema penyimpangan kdm


PERENCANAAN/INTERVENSI

a.       Nyeri berhubungan dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebratalis, tekanan didaerah distribusi ujung saraf.
Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
1)      Kaji keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas.
2)      Pantau tanda-tanda vital.
3)      Ajarkan pada pasien teknik relaksasi nafas dalam
4)      Berikan tindakan kenyamanan pada pasien.
5)      Penatalaksanaan pemberian obat analgetik
Rasional :
1)      Membantu mengevaluasi derajat ketidaknyamanan.meningkatnya nyeri secara bertahap pasca operasi,menunjukkan melambatnya penyembuhan.
2)      Peningkatan TTV menandakan adanya peningkatan skala nyeri
3)      Meningkatkan relaksasi kenyamanan dan menurunkan nyeri.
4)      Menurunkan ketegangan otot sehingga nyeri berkurang.
5)      Memblokir rangsangan lmpuls nyeri ke otak sehingga nyeri tidak dipersepsikan.
b.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan, kesulitan dalam melakukan pergerakan punggung, pelvis, dan tungkai.
Tujuan : klien dapat melakukan mobilitas fisik dengan baik
Intervensi
1)      Bantu klien mengubah posisi secara perlahan.
2)      Ajarkan klien cara yang tepat turun dari tempat tidur,
3)      Dorong klien melakukan ganti posisi, berbaring, duduk, berjalan. Namun tidak boleh dalam waktu yang lama/ terus menerus.
Rasional.
1)      Dengan merubah posisi klien secara perlahan akan meningkatkan latihan mobilitas fisik pada klien
2)      Mencegah terjadinya atropi otot.
3)      Dengan terus melakukan pergantian posisi berbaring, duduk, berjalan akan meningkatkan mobilitas fisik dan mengurangi terjadinya kerusakan integument klien.
c.       Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunya kekuatan otot.
Tujuan : klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri kembali
Intervensi:
1)      Kaji pola aktivitas perawatan diri yang mampu dilakukan klien
2)      Anjurkan pada klien untuk melakukan aktivitas ringan dalam melakukan tindakan rawat diri.
3)      Anjurkan pada klien untuk minum air apabila sudah melakukan aktivitas rawat diri.
Rasional:
1)      Untuk mengetahui sejauhmana perkembangan tindakan rawat diri pada klien.
2)      Agar membantu klien mendorong kemampuan fisik dan membuat klien merawat diri sendiri dalam personal hygiene.
3)      Mencegah terjadinya dehidrasi berlebih bagi klien.

d.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi berhubungan kesalahan interpretasi informasi kurang mengingat.
Tujuan : klien mengetahui tentang penerapan health education.
Hasil : klien mampu menerima pengetahuan dan menerapkannya degan baik sehubungan dengan penyakit yang dialami.
Intervensi :
1)       Kaji respon klien terhadap pengetahuan klien sehubungan dengan penyakitnya
2)      Beri penjelasan pada klien tentang kondisi yang dialaminya
3)      Berikan health education bagi klien dan keluarga.

Rasional:
1)      Untuk menunjukkan respon klien terhadap pengetahuan tentang penyakitnya.
2)      Agar klien memahami informasi penyakit yang dialami klien.
3)      Klien dan keluarga mampu mengetahui hal apa yang mampu merangsang penyakit klien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Flag Counter

Flag Counter

Pages

Follow